SAJAK-SAJAK M Zamiel El Muttaqien
Secangkir Kopi Sekental Rindu
ketika kau serupa rindu
kuhirup ruap kopi senikmat harum tubuhmu
seteguk kafein sekental ludahmu
deraskan darahku di sungai sungai waktu
jantung berdegup kencang
memompa badai dari lubuk lautan
tempat paling tenang
mengendapkan kenangan
serbuk kenangan teraduk jadi mimpi
sepekat dan sepahit kopi
tenggelam aku
bagai tersesat dalam lebat gerai rambutmu
mengurai hitam semesta
melupa segala warna
sampai terbit inti cahaya
di ufuk jiwa
fajar
dari mana hari dan hasrat bermula
memancar
seterang senyummu yang menyala nyala
dan karena kau serupa rindu
kala di dasar cangkir tinggal ampas kelam membeku
yang tersisa tetap saja ingin
meregukmu tak dingin dingin
Api Air Mata
Api. Kobar murka
membakar luka
dengan apa harus kupadamkan
nyala kekal ingatan?
Air mata. Sesal siasia
sepanjang usia
seakan minyak tanah
bagi panasmu yang semakin merah.
Sepi. Keretap tulang belulang
menjelma jadi arang
dengan apa harus kusangga
tubuh hangusku yang tak beriga?
Katakata. Bujuk rayu istigfar
yang selalu kaudengar
mustahil kau mengelak
dari sayup seru sajak!
bengkel puisi annuqayah, 2005
Seremoni Insomnia
tak ada matahari
hanya malam hari
sepanjang waktu
terang menutup pintu
langit lenyap
bintang-bintang jatuh
lalu lelap
gelap pun utuh
di kepalaku jadi batu batu hitam
bagai bayang bayangmu tenggelam
ke lubuk kenangan
tempat bersemayam masa depan
arah panah langkahmu
di mana kelak kita ketemu
kuraba dengan mata merah
lelah tapi pasrah
beri aku sejenak istirah
tak usah mimpi indah
beri aku sejengkal tubuh rebah
dan sepasang mata yang kalah
namun seakan takdir
bagi ritus yang getir
jarum jarum jam pun gugur
menusuk nusuk hati yang dipaku tugur
seperti suaramu mengusik
dalam bisik
di antara gesek biola
komposisi luka orang orang gila
dari sebuah album cinta yang terpendam
di balik garis garis piringan hitam
senantiasa mengalun
di kedalaman, bagai taifun terbantun
beri aku sejenak istirah
tak usah mimpi indah
beri aku sejengkal tubuh rebah
dan sepasang telinga yang kalah
namun seakan takdir
seremoni yang tak hendak berakhir
selalu kau jawab doaku dengan azan subuh
dan rekah fajar ke hatiku berlabuh
bengkel puisi annuqayah, 28.04.2006