Penulis yang Ingin Melawan Dunia - Wawan Kurniawan

@kontributor 1/30/2022

Penulis yang Ingin Melawan Dunia 

Wawan Kurniawan

 


Tiga bulan terakhir ini saya mencoba membaca beberapa wawancara penulis. Membacanya seolah membuat saya merasa sedang bercakap bebas dengan mereka. Dan salah satu wawancara penulis yang berkesan bagi saya adalah wawancara Roberto Bolaño.  

Dalam banyak wawancaranya, Bolaño kerap membagikan sejumlah bacaan dan nama penulis yang memberi pengalaman berbeda. Dalam wawancara terakhirnya bersama Monica Maristain di tahun 2003 misalnya, Bolaño berbagi mulai dari nama penulis hingga lima buku yang bermakna atau berkesan dalam hidupnya. Bolaño pun menyebutkan Don Quixote karya Cervantes, Moby-Dick karya Melville. Karya lengkap Jorge Luis Borges, Hopscotch karya Cortázar, dan A Confederacy of Dunces karya Toole. Bukan hanya lima ini saja sebenarnya, namun baginya ini bisa menjadi ujung tombak.

Maristain mengajukan permintaan wawancara kepada Bolaño saat penyakit liver penulis ini mulai parah, namun saat itu Bolaño tetap menerimanya dengan senang hati. Akhirnya wawancara itu terbit di bulan kematian Bolaño, Juli 2003 di majalah Playboy México.

Saat membaca salah satu novel Bolaño yang berjudul The Savage Detectives, kita akan mendengarkan semacam narasi yang tak berkesudahan. Terlebih saat memasuki bagian kedua novel ini, di mana kita akan menemukan narasi polifonik. Bagian ini kita akan bertemu lebih dari empat puluh narator dengan rentang waktu dari tahun 1976 hingga 1996. 

Namun semua itu tidak hadir begitu saja. Novel ini memberikan gambaran perlawanan kepada pembaca dengan meninggikan sekelompok penyair muda yang bertarung melawan penulis yang didanai negara selama tahun-tahun Perang Kotor di Meksiko (Mexico’s Dirty War). Ada kekuatan penulis yang terasa dalam novelnya ini. Namun sebenarnya, bukan hanya novel ini yang memberi kesan demikian. 

Faktanya, subjek utama dari karyanya adalah hubungan antara seni dan keburukan, kerajinan (craft) dan kejahatan, penulis dan negara totaliter. Dan hampir sebagian besar karya Bolaño, memberikan kita gambaran bagaimana reaksi penulis terhadap rezim represif. Artinya, sosok seorang penulis atau pekerja seni di mata seorang Bolaño selalu punya ruang untuk melawan dunia.  

Karyanya yang berjudul, Distant Star (1996) berkutat dengan dunia seorang penyair yang berubah menjadi seorang pembunuh berantai. Lalu selanjutnya, karyanya, Amulet (1999) berkisah tentang penyair setengah baya yang selamat dari invasi pemerintah tahun 1968 di Autonomous University of Mexico State dengan bersembunyi di kamar mandi. Dan karya terbaiknya, 2666 juga dipenuhi dengan penulis, seniman, dan intelektual. Kisah-kisah dalam novelnya ini menempatkan penulis sebagai benang merah yang terus bergerak menghadirkan bentuk dan makna atas dunia yang ada. 

Saya pun bertanya-tanya, energi apa yang dimiliki seorang Bolaño untuk tetap menulis dan menghadirkan penulis dalam novelnya. Dalam salah satu pertanyaan wawancara Maristain, dia bertanya seperti ini, “Kegilaan, kematian dan cinta. Manakah dari tiga hal ini yang paling Anda miliki dalam hidup Anda?”

Bolaño kemudian menjawab, “Saya berharap dengan sepenuh hati bahwa itu adalah cinta.” Saya kemudian berpikir, tampaknya penulis ini memang menyimpan cinta yang begitu besar atas kehidupan yang dia jalani sebagai penulis. 

Dalam pidato penerimaan Penghargaan Rómulo Gallego tahun 1998, Bolaño mengungkapkan bahwa dalam beberapa hal semua yang dia tulis adalah “surat cinta atau selamat tinggal” kepada orang-orang muda yang tewas dalam perang kotor Amerika Latin. 

Di luar dari pada membaca wawancara Bolaño, saya juga membayangkan betapa beratnya hari-hari yang dia jalani sebagai seorang penulis. Novel-novelnya sering ditolak penerbit, bahkan namanya dikenal pembaca internasional setelah dia meninggal, seperti halnya yang dialami Franz Kafka. Namun, dia tentu sosok yang menyimpan cinta begitu besar atas kehidupannya. Meski sulit untuk kembali menjabarkan cinta seperti apa yang terpendam dalam dirinya. Tapi mari dengarkan kutipan dari salah seorang yang mengenal Bolaño, aktivis politik Chili, Rodrigo Quijada. “Bolaño adalah salah satu dari orang-orang yang Anda temui pada saat tertentu dalam hidup Anda yang akan selalu Anda ingat dengan jelas dan dengan penuh kasih sayang. Orang-orang yang pernah bertemu Bolaño tahu bahwa apa yang saya katakan itu benar. Dia adalah tipe orang yang Anda akan rindukan di sebuah pertemuan.” 

Dan apa yang telah dikatakan Rodrigo Quijada dibuktikan langsung oleh Monica Maristain, yang setelah wawancara terakhirnya bersama Bolaño terasa berkesan, dia kemudian tergerak membuat sebuah biografi Bolaño dengan mewawancarai orang-orang terdekat dan diterbitkan dalam buku yang berjudul “Bolaño: A Biography in Conversations”

Saya mungkin keliru saat mengatakan Bolaño adalah sosok penulis ingin melawan dunia, namun dari sosoknya serta sejumlah wawancara dan karyanya, saya bisa memahami energi utama yang dia jaga, sesuatu yang membantunya melawan dunia di luar dan dalam dirinya sebagai penulis.  Tanpa itu, saya rasa penulis akan lebih dulu meninggal setelah diserang ketidakpastian dan penolakan bertubi-tubi di berbagai dimensi yang ada.*

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »