MENEMUKAN PIRING JOKPIN
Yohan Mataubana
Ketika ada yang bertanya tentang cinta apakah sungguh yang dibutuhkan adalah kemewahan kata-kata atau cukup ketidaksempurnaan kita (Aan Mansyur). Kata-kata Aan ini mengingatkan saya akan suatu pertanyaan, kenapa kamu sangat cinta sekali dengan puisi? Pertanyaan ini membuat saya lebih memilih diam seribu bahasa. Saya lebih memilih sunyi menatap matanya dan membiarkan keheningan yang menjawab pertanyaannya. Bagi saya berbicara tentang puisi adalah berbicara tentang diri. Maka ketika orang menanyakan mengapa suka puisi, sebetulnya puisi itu adalah saya. Saya suka puisi karena puisi adalah saya. Ketika saya menulis puisi, apa yang saya tulis itu keluar dari diri saya, pengalaman yang menjadikan puisi itu diri saya. Ada yang bilang puisi itu ketika ditulis dan dibacakan oleh pembaca maka puisi itu adalah milik pembaca. Teori resepsi sastra berpandangan bahwa pembaca (reader) merupakan variabel penting sebagai pemberi makna karya sastra; dan oleh karenanya, dalam suatu penelitian sastra, tanggapan pembaca terhadap sastra yang antara lain terwujud dalam karya-karya kritik dapat dimanfaatkan sebagai titik tolak pembahasan. (Suwondo, 2010).
Sastramedia.com edisi 21 November 2021 memuat puisi "Piring" karya seorang penyair asal Yogyakarta bernama lengkap Joko Pinurbo alias Jokpin (Selanjutnya Jokpin). Saya tidak akan membicarakan banyak hal tentang biodata Jokpin. Tetap saya akan berbicara tentang salah satu puisi yang mengikat diri saya. Entah kenapa setelah membaca puisi ini saya dianugerahi rasa kesedihan dan rasa syukur.
PIRING
Piring yang pernah kaubanting
hingga pecah berkeping-keping
hanya tanda bahwa kita pernah
miskin dan lapar bersama
Saat berdoa Berilah kami rezeki
pada hari ini, kita tidak berpikir
bahwa rezeki akan mencari kita
di waktu yang tak kita tahu.
Cinta adalah merangkai kembali
pecahan-pecahan piring kita.
(2021)
Makna Puisi Piring
karya sastra mengungkapkan gagasan pengarang yang berkaitan dengan hakikat dan nilai-nilai kehidupan, serta eksistensi manusia yang meliputi dimensi kemanusiaan, sosial, kultural, moral, politik, gender, pendidikan maupun ketuhanan atau religiusitas(Supranto, 1998).
Dalam puisi Jokpin, Piring adalah bagian penting dari perabotan dapur. Dalam kultur orang Indonesia piring biasanya dijadikan tempat menaruh makanan atau bahan-bahan dapur. Sedangkan dalam puisi Jokpin bisa jadi ia mengangkat simbol “piring” sebagai “harapan” untuk menyimpan bekal kehidupan. Bekal seperti apa yang Jokpin maksudkan?
Jokpin membahasakan bahwa piring sebagai harapan yang kini kian pecah berkeping-keping hanyalah suatu tanda bahwa kehidupan selalu ada namanya kesusahan. Hal itu diidentikkan dengan kalimat kita pernah miskin dan lapar bersama. Harapan kadang membuat orang bersedih dan menurut jokpin harapan yang telah pupus, kesedihan yang telah berlarut sebetulnya menjadi bahan refleksi bagi manusia, bagaimana ia menanggapi persoalan dalam dirinya. Miskin dan lapar adalah kesusahan yang sebetulnya menjadi “tanda” bahwa manusia tak selamanya hidup baik-baik saja.
Jokpin bilang, karena hidup kita pernah mengalami kesusahan, maka bersyukurlah yakni berdoa. Mengapa doa? Karena doa adalah suatu pengalaman relasi yang sangat intim antara manusia dan Tuhan. Pengalaman akan Allah hanya bisa diperoleh dalam iman, sambil mengerti iman sebagai tindakan untuk menerima apa yang tidak bisa ditangkap akal budi manusia.(Georg Kirchberger, 1990) lebih lanjut seperti apa yang dikatakan Jokpin bahwa rezeki akan mencari kita di waktu yang tak kita tahu. Rezeki yang diberikan oleh Tuhan kadang tidak disangka oleh akal sehat manusia, kadang rezeki itu datang tiba-tiba saja.
Ketika orang mengalami pengalaman desolasi. Timbul harapan di mana orang ingin mendapat berkah, ingin mengalami kegembiraan. Sayangnya orang lupa bersyukur bahwa apa yang sudah sang pencipta ciptakan, itulah yang harus diterima. Kadang orang tidak menerima nasibnya atau takdirnya ketika dalam keadaan susah. Jokpin mengatakan sebuah solusi yang tepat adalah tetap bersabar sebab rezeki akan datang dengan sendirinya. Maka sambal berharap, Jokpin berkata Cinta adalah merangkai kembali pecahan-pecahan piring kita. Bahwa cinta adalah satu-satunya kunci di mana harapan-harapan tetap disatukan, pengalaman desolasi dan konsolasi senantiasa diterima dalam diri sebagai suatu rasa syukur dari yang Maha cinta.
Empat Hal Penting dalam Puisi
Empat hal penting dalam puisi ini yaitu Pertama relasi manusia dengan manusia. Ditunjukkan dalam bait pertama kita pernah miskin dan lapar Bersama. Kedua relasi manusia dengan alam. Keberadaan alam, dalam filsafat Whitehead, dipahami sebagai relasi yang saling berkaitan dan bisa juga secara timbal balik yang sistematis antara satu unsur dengan yang lainnya(Muhibbin, 2010). Dalam puisi ini Jokpin mengungkapkan relasi manusia dan alam (benda) dalam larik Piring yang pernah kaubanting Ketiga manusia dengan dirinya. “Setiap saat seorang bayi lahir dan setiap saat pula seorang bayi meninggal,” maka jalan sebuah harapan mengenal diri adalah mengenal diri(Raho, 2016). Mengenal diri berarti mencintai diri. Maka Jokpin bilang Cinta adalah merangkai kembali pecahan-pecahan piring kita. dan Keempat manusia dengan Tuhan. Saat berdoa Berilah kami rezeki pada hari ini. Jokpin sepertinya menyadarkan saya bahwa berdoa adalah jalan menghadirkan sumber berkat itu.
Mengakhiri tulisan ini, Saya teringat akan puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat” karya Abdul Hadi W.M(Santosa, 2018). Sebagai bentuk rasa syukur yang paling sederhana.
Tuhan/Kita begitu dekat/Seperti kain dengan kapas/ Aku kapas dalam kainmu/
Tuhan/ Kita begitu dekat/ Seperti angin dan arahnya/ Kita begitu dekat/
Dalam gelap/ Kini aku nyala/ Pada lampu padammu.
2022