Lailatul Kiptiyah
Yang Terulur Menjengukmu, Sebelum dan Sesudah Perang
Epipremnum Aureum
ingatkan aku untuk tak lupa ziarah
ke makam-makam sepi berpagar bunga-bunga
puring dan mirabilis
yang memekarkan kelopak-kelopak warna cerah
ketika tiba waktu asar
dimana suara pujian kanak-kanak
terdengar dari sebuah langgar
sesekali aku harus duduk di sana
mengusap nisan-nisan, mengucap nama-nama
demi menyabarkan kesedihanku
menegarkan masa lalu
ingatkan aku untuk tetap bergerak dalam diam
seperti yang dulu kucatatkan
“ada kalanya kurindukan jam-jam tenang
yang terlindung cahaya remang
setelah bertahun
lari merambat, lari merambat
dari banyak perang”
Meat Leaf
aku sulur, hijau lentur terulur
merambat menembus pintumu
mengabarkan masa lalu
pintu membuka
sebentuk paras yang tak lagi muda
sepasang pundak rengkah:
sesedih garis-garis mimpi
siap patah
“ini aku, hijau kecil
yang dulu menemanimu tumbuh
pelan dan hati-hati tiap kali tanganmu menyentuh”
angin pagi mengusapi batang-batang ungu
dengan cabang-cabang rapat menggantung
saat kubaca paras yang linglung
“sepertinya kamu keliru
tak ada kuingat gambaran tentangmu
sejak lama aku di sini
terlindung nyeri kepala ini”
lewat celah awning besi
kutangkap kuning yang pecah
dari matahari
sesaat setelah pintu itu menutup kembali
Ampenan, 2021-2022