Muslihat
Para Anjing
D. Hardi
Ada tiga jenis anjing di kota ini: para pengendus, penyalak serang gila,
atau penjaga setia. Mereka dapat saling terkam demi sepotong daging. Hanya
sepotong daging belaka.
Mereka ada di mana-mana. Kau hanya mesti mengukur
diri. Tahu posisi. Jangan harap anjing kurap ceking tiba-tiba naik ke puncak
hierarki. Butuh disiplin dan kesabaran dan tentu saja, minim rasa iba. Satu dua
mayat tergolek kaku di pagi buta yang masih tersaput embun bagai suar pemancar
terang sekaligus ancaman; evolusi panjang sia-sia tak mengubah insting brutal
pemangsa.
Jika asalmu dari Sisilia, datanglah ke Utara tempat
para Dago berkumpul. Hampir setiap pelosok
bisnis hitam mereka kencingi. Bersumpah setia, lalu ditahbiskan secara amico nostro menjadi anggota resmi. Jangan
umbar gonggongan. Jangan sebut nama Vinnie Domino bila tertangkap dan tak mau
istrimu menjanda; kau tak pernah tahu kapan nahas terbujur di belakang setir, atau
di trotoar, atau di meja restoran, di kasur empuk sehabis malam panas dan liar
bersama sundalmu dengan tiga lubang pelor di kepala.
Di Selatan, orang-orang menaruh gentar kepada Nolan,
Sam si “Pencabut Gigi” Nolan. Kau akan melihatnya di bar lokal para darah Irlandia
berkumpul setiap perayaan St Paddy’s Day—nyatanya
tak kurang dari setiap minggunya. Lelaki bertopi Scally, bermata biru abu-abu, dengan
seringai Jack Nicholson itu memesan racikan kornet dan kubis dengan segelas
Guinness sempurna. Bercakap-cakap ringan. Memberi tip lebih untuk bartender. Lalu
berjalan santai, menyapa oma-oma yang dikenalnya baik setelah membagi-bagikan paket
roti dan keju ke warga sekitar. Hari yang terasa biasa hingga selanjutnya, kita
tak pernah tahu berita di koran besok: mayat siapa yang mati dengan belasan
luka dan raibnya gigi. Betapa sebuah foto yang teruk; berpose tanpa gigi.
Orang-orang tak sepenuhnya yakin musabab apa lelaki itu
bebas berkeliaran di jalanan, meninju siapa pun perintang, mengangkangi hukum
dengan penuh gaya.
“Itu karena Vicasso. Bayangan di setiap langkahnya. Lelaki
yang tak suka mencari perhatian dengan banyak cakap kecuali semburan peluru
dari pistolnya.” Pemuda pirang membuka omongan.
Konon, Vicasso mampu menembak jitu dari jarak jauh
tanpa teropong apa pun. Matanya bagai elang. Perangainya dingin. Vicasso menghabisi
seseorang seperti menghabisi potongan cannoli. Dia algojo paling andal. Tangan kanan
Nolan. Semua yang dikerjakan hampir tanpa jejak, seumpama jilatan cannoli terakhir,
bersih tak bernoda.
John Daniel terbunuh di depan anak istrinya saat
hendak pergi ke kantor. Mobilnya meledak. Jaksa wilayah itu menangani kasus
pemerasan yang menyeret nama Nolan. Bill Murphy, satu dari sedikit polisi
jujur, tewas ditabrak lari ketika menyelidiki kasus penyelundupan senjata untuk
gerakan IRA di benua seberang. Seorang kandidat senator bersumpah akan
mengganyang geng-geng jalanan lewat konstitusi. Sehari setelah kampanye, Allan
McChigan tewas diracun di sebuah acara amal.
“Kasus-kasusnya macet.”
“Anjing-anjing pengendus cuma butuh segepok daging.”
“Kenapa dia tak bergabung ke Utara?” Aku bertanya.
“Vicasso dari Naples. Mungkin sentimen kekerabatan, entahlah.
Dia tak banyak bicara.”
“Sesulit itu menyentuh Domino.”
“Birokrasi Cosa
Nostra ruwet. Banyak lapisan. Sedang Nolan, dia melihat potensi. Dua anjing
liar kesepian cukup buas untuk menggenggam Selatan.”
Ditopang Vicasso, karier bandit Nolan beranjak dari penagih
hutang dan tukang pukul mewujud bos jalanan. Anjing dari semua anjing. Domino
menaruh segan buatnya. Meski lambat laun membikinnya gerah. Dari semua kelompok
geng, hanya Nolan yang tak sudi membayar pajak. Pengaruhnya menggerogoti bisnis
kokain dan judi pacuan kuda yang selama ini dia monopoli.
Maka Domino berniat menghabisinya. Namun setiap kali
rencana itu dibuat, Nolan selalu berhasil mengelak. Dari perjamuan sampai upaya
kerja sama. Dari sabotase hingga baku tembak di lorong-lorong. Dia seperti
belut. Semua dinding ibarat telinga dan mulut. Pembisik yang lebih cepat dari angin.
Sampai kaki tangan Domino kemudian terjebak, setengah ruas jari kelingking
Nolan sisakan sebagai pesan. Sejak itu, perjanjian dibuat. Batas wilayah
terpancang. Kekuasaan terbelah. Selatan mutlak milik Nolan.
“Beberapa tahun kami merajalela sampai terasa tak akan
lama ….”
Warna langit cukup hangat kala itu. Trotoar agak sepi.
Seorang kakek duduk, membalik-balik halaman koran. Vicasso keluar dari kedai
kopi seraya mengunyah sesuatu. Melangkah dengan raut sumringah seolah nasib
begitu mujur menaungi hari, tangan kirinya menjinjing bungkusan roti. Vicasso
hendak membuka pintu mobil ketika seorang bersetelan sporty dengan topi merah sedang berjoging melintas, menyapa “Ciao”,
tiba-tiba mengeluarkan revolver, dan … DOR! DOR! DOR!
Sang kakek mengerling, seakan mendengar sesuatu.
Vicasso ambruk. Jagoan itu ambruk.
“Siang bolong, siapa lagi. Kerjaan mafia.”
“Awalnya kupikir begitu. Semua kawan pikir begitu.”
“Awalnya?” pancingku.
Mickey mendengus pendek, “Jangan mencuri dari bosmu.
Jangan meludahi tangan yang memberimu roti. Kupikir Vicasso paham.”
“Kita lagi bicara soal pembunuhan Kennedy?” selorohku,
melirik jam Rolex di tangannya.
“Jangan melirik istri kawanmu.”
“Evaline?”
“Jika Nolan tahu Vicasso bakal menusuk dari belakang,
dia tak akan mungkin sering mengundangnya makan malam ke rumah. Dia tak mungkin
meminta Vicasso menjaga keluarganya saat dia tak ada. Dia tak mungkin
mengajaknya ikut pelesiran ke Vegas. Dia akhirnya paham, mengapa Evaline akhir-akhir
ini sering memasak lasagna dan cannoli.”
“Kau begitu yakin.”
“Aku hanya yakin. Di balik kacamata hitamnya, dia
memergoki Vicasso mencuri-curi pandang ke arah Evaline yang diam-diam pula telah
jatuh pada pesona si Italia. Pada suatu hari, dia pasti memergoki Vicasso dan
Evaline parkir di sebuah motel dengan mata kepalanya. Pasti. Aku melihatnya di
pemakaman. Wajah itu. Semuanya tertunduk murung kecuali Nolan, berdiri dengan
senyum tipis yang dingin. Raut Evaline terlihat sangat terpukul. Mereka
bersitatap pandang dan Nolan melemparkan senyuman itu, senyuman tipis yang
dingin.”
“Nolan bicara sesuatu?”
“Sehari sesudah pemakaman dia bilang padaku empat
mata, ‘Musuh paling kuat kita bukan Domino, bukan polisi, bukan geng-geng mana
pun. Musuh paling kuat kita sangat dekat,’ dia menunjuk dadaku.”
“Sungguh menggugah. Lantas kenapa kau menghubungiku?”
selidikku, lagi-lagi melirik jam di tangan Mickey. Pukul 01.15. Malam dingin. Suasana
sepi. Kendaraan yang melintas di jembatan hanya sesekali. Menyulut sebatang
rokok mungkin menolong.
“Well, tak
banyak agen biro federal yang kukenal.”
“Pastinya.” Aku tersungging.
“Kita buat perjanjian. Aku bongkar semua rahasia
Nolan. Kariermu naik. Wilayah Selatan jadi milikku.”
Wajah itu, sepotong wajah yang sangat percaya diri.
“Kau tak belajar dari Vicasso ….”
“Justru dari keduanya aku belajar. Waktunya pergantian
rezim.”
Mickey melakukan apa yang tidak dilakukan Vicasso; dia
berhasil membuka hubungan dengan kelompok Domino lewat rekanan bisnis. Pemain
rentenir memperkenalkannya pada Bonni, bawahan Domino yang agak sembrono. Bergaya
perlente dan sedikit kelihaian bercakap Prancis, cukup meyakinkan lelaki yang
hobi teler itu untuk menyambutnya. Perlahan tapi pasti, Mickey menyelusup ke
dalam jaringan. Mungkin telah sedalam itu; Domino akhirnya tahu dia orangnya
Nolan yang berniat membelot.
Saking ingin melahap semua, dia rekrut orang luar.
Saling memakai satu sama lain, walau tahu, tak semua hal yang kita mau bakal kita
genggam.
Mickey menyebut nama-nama pemasok kokain beserta
jalurnya padaku. Dia juga menyebut nama-nama aparat yang membekingi judi pacuan dan siapa saja yang terlibat dalam penipuan,
pencucian uang, suap, dan pembunuhan. Dia tahu persis saksi dan bukti-bukti kejahatan
yang bisa menyeret Nolan membusuk di penjara. Sebagai anak buah langsung,
Mickey melakukan semuanya untuk Vicasso. Sebuah pembalasan. Hutang budi sejak
Vicasso menariknya dari jurang melarat. Dari gang sempit rumah-rumah era Depresi.
Mickey hanya belum tahu, sebelum dia menghubungiku, Vicasso
telah lebih dulu menghubungiku dan melakukan apa yang sekarang dia lakukan;
Vicasso menyebut saksi dan bukti-bukti kejahatan yang bisa menyeret Nolan ke penjara
dengan niat serupa, “Katakanlah permufakatan. Aku akan bongkar rahasia Nolan.
Kariermu naik. Wilayah Selatan jadi milikku.”
Di sini kau tak boleh lengah sedetik pun. Kau mesti
hargai apa yang kau punya. Aku masih mengingatnya di kepala. Bertahun-tahun
lalu di tempat ini. Di sisi sungai, di bawah jembatan saat liburan musim panas
berakhir. Gerombolan Tony menghajarku habis-habisan. Seorang anak melihatku dari
jauh dan balik menghajar para bedebah sendirian. Dia tak kenal rasa takut.
Tatapannya dingin. Sejak itu kami akrab, berteman di masa-masa sulit. Bocah
Irlandia bermata biru abu-abu. Kesetiaan kami lebih dari hubungan darah.
Jangan pernah mencuri dari bosmu. Jangan meludahi
tangan yang memberimu roti. Kau tak pernah tahu kapan nahas jasadmu terbujur di
belakang setir, atau di trotoar, atau di meja restoran, di kasur empuk sehabis malam
panas dan liar bersama sundalmu dengan tiga lubang pelor di kepala, atau
tenggelam di aliran sungai, di bawah jembatan ini, di malam yang dingin nan
sunyi.
Ada tiga jenis anjing: para pengendus, penyalak serang
gila, atau penjaga setia.
Aku mungkin ketiganya.
Agustus, 2022.