Pinangan - Tjahjono Widarmanto

@kontributor 4/02/2023

Pinangan

Tjahjono Widarmanto



Pinangan itu datang juga. Tiga tahun sudah Sunar cemas menunggu saat itu tiba. Sunar pengin protes dan mbalela pada Gustinya, mengapa  dilahirkan sebagai seorang bocah yang tampan. Sunar merasa dikutuk oleh ketampanannya. Sejak dalam perut biyungnya, Sunar digadang-gadang menjadi anak lelaki karena kedua saudaranya perempuan semua. Konon bapaknya, Brojo Slompet, yang bekerja sebagai tukang slompret atau tukang meniup suling khas seni reog Ponoragan, bahkan melakukan laku tirakat tertentu untuk mewujudkan keinginannya mempunyai anak lanang. Bapaknya puasa mutih selama Sunar dikandung biyungnya. Betapa gembiranya Brojo Slompret, saat bayi yang digadang-gadangnya itu benar-benar dilahirkan sebagai laki-laki. Diberinya anak lanangnya itu nama, Sunar Wibawa, yang bermakna cahaya kewibawaan.  Nama itu merupakan harapan agar kelak menjadi anak yang cermerlang dan berkharisma.

            Sejak balita Sunar tumbuh menjadi bocah yang lucu menggemaskan dan sudah menampakkan ketampanannya yang mempesona dan menarik perhatian siapa saja yang ada disekelilingnya. Keadaan keluarga Brojo Slompret yang sangat sederhana bahkan cenderung miskin, tidak menghalangi pertumbuhan tubuh Sunar.  Sunar tumbuh menjadi anak laki-laki yang sehat, periang, bandel dan prigel

             Datanglah awal petaka itu. Sunar masih ingat betul saat itu, ia naik kelas lima sekolah dasar, bapaknya mengusap-usap rambutnya dan berkata, “Thole, jika saat waktunya tiba kowe harus jadi gemblak! Rupamu bagus dan badanmu perkasa. Akan banyak warok kasmaran dan kedanan padamu!”

            Waktu itu, Sunar tak paham benar apa maksud perkataan bapaknya. Yang Sunar tahu, ia kemudian dikenalkan pada berbagai macam tarian, utamanya yang berkaitan dengan reog seperti jathil, ngganongan, dan barongan dadak merak.. Juga dikenalkan cara nabuh gamelan pelog slendro dan lebih khusus pada gamelan reog yang disebut Srunen. Sunar sangat wasis memainkan semua alat Srunen mulai dari kendhang reog, pencon (ketuk dan kenong), boning, gong, slompret, demung, peking, angklung goyang dan slenthem. Bahkan kemudian Sunar sering diajak tanggapan reog oleh bapaknya yang tukang slompret di grup reog Sardula Budaya.

Semakin besar dan dewasa, maka Sunar mulai ngerti apa maksud bapaknya. Sunar tak kuasa menolak. Walau hatinya cemas bahkan takut setelah serba sedikit paham apa itu  menjadi gemblak setelah mendengar kasak-kusuk dan rasan-rasan orang-orang di sekelilingnya.

Dalam kecemasan dan ketakutannya maka Sunar kecil mengadu pada biyungnya. Sunar berharap biyungnya bisa menolongnya dari ketakutan itu. Namun harapannya sia-sia bahkan biyungnya berkata,” Jadi gemblak itu kanugrahan, Le. Terhormat. Tiap bocah laki-laki akan merasa beruntung menjadi gemblak. Uripmu akan mulyo, Le. Pakmu dan biyungmu tidak lagi kesrakat. Kowe dan adik-adikmu bisa terus sekolah, sokur-sokur sampai IKIP dan jadi guru”.

Sunar tak sanggup menolak. Sunar tak berdaya melawan adat. Sunar tak bisa berontak.  Sunar tak sanggup minggat. Sunar tak punya keberanian  mengecewakan dan menyakiti hati bapak dan utamanya, biyungnya. 

Sunar pun tumbuh sebagai bocah lelaki yang tampan dengan tubuh  gagah dan kokoh. Setiap perempuan akan tertarik dengan ketampanan dan kekokohannya.

Sejak itu Sunar disiapkan jadi gemblak. Sunar dipersiapkan khusus untuk piawai njoget jathil, tarian yang hanya ditarikan oleh para gemblak. Sunar diajari gerakan edrek, yaitu gerakan paling sulit khas jathil yaitu menyundul-sundulkankan bokong sambil mendekati pembarong yang diperankan oleh warok.

Sunar tak hanya mampu menguasai gerakan edrek namun juga bisa menarikannya dengan penuh pesona, seksi dan magis. Banyak warok ngiler terpesona ketampanan, keperkasaan dan keluwesan Sunar dalam njathil. Sunar segera jadi rebutan para warok untuk dijadikan gemblak.

Setelah melalui perebutan sengit, melalui jor-joran peningset bahkan konon juga adu kasekten, warok Joyo Brewoklah pemenangnya. Warok Jaya Brewok adalah warok yang disegani dan memiliki grup reog besar bernama Sardula Ngigel. Badan warok Jaya Brewok tinggi besar, kumisnya melintang dengan brewok lebat. Dadanya berbulu simbar, juga lengan, tangan dan kakinya. Kalau berbicara suaranya mengguntur dan selalu diselengi tawa ngakak.

Warok Jaya Brewok termasuk jajaran warok sakti dan disuyudi para warok dan warokan. Kalau main barongan dadak merak sang warok Jaya Brewok mampu melakukan gerakan-gerakan aneh, dari berputar kayang sampai memunculkan asap dan getaran magis pada bulu-bulu merak di barongan dadak meraknya. Kalau main ganongan atau penthul, warok Jaya Brewok sangat akrobatik dan atraktif bahkan mampu seperti kucing yang berloncatan dan jungkir balik pada dua bilah bambu.

Sunar pun resmi menjadi calon gemblakannya warok Jaya Brewok dengan diberi peningset berupa sepasang sapi, sepetak tegal, sekotak busana, setangkup rumah dan dibiayai sekolahnya setinggi mungkin.

Sunar gemetar ketakutan saat tangan warok Joyo Brewok yang kokoh dan kasar itu mengelus-elus pipi dan kepalanya, tertawa-tawa dan berkata,” Ha..ha..ha.ha, Le, cah bagus, sekarang kowe jadi gemblakku. Tapi kowe masih bau kencur. Kutitipkan dulu pada pakmu dan biyungmu, belajar joget jathil lebih sungguh-sungguh, belajar dandan dan belajar ngladeni, ya. Nanti kalau kowe sudah SMP, kalau sudah sunat, bakal kuboyong. Tinggal di rumahku!”

            Dan hari itu datang. Hari yang mencemaskan hati Sunar. Sore ini, warok  Joyo Brewok akan memboyongnya. Akan datang menjemputnya dengan diiringi grup reognya.

Terdengar bunyi gamelan reog. Semakin lama semakin nyaring. Sunar yang sudah didandani dengan baju jatil dan dirias gemetaran dan menutup telinga rapat-rapat dengan kedua tangannya tapi bunyi gamelan itu menyusup sampai ke bilik jiwanya.

Gamelan reog yang menyusup ketelingannya itu juga mengiangkan petuah bapaknya,” Le, Sunar anakku, gemblak dan warok itu mempunyai tiga hubungan. Sepisan, sebagai ayah dan anak, warok adalah bapak dari gemblak. Kedua, punya hubungan kesenian. Warok bertugas memainkan barongan dadak merak atau ngganong, sedang kowe sebagai gemblak bertugas sebagai penari jathilan. Yang pungkasan, warok dan gemblak memiliki hubungan bebojoan, memiliki hubungan kekasih, suami isteri...!”

Sunar semakin menekan telinganya rapat-rapat, tetapi suara gamelan reog itu semakin riuh tiba di pelataran rumahnya.*****


Catatan:

Mbalelo= berontak

Biyung = ibu

Digadang-gadang= diharapkan

Kowe= kamu

Nabuh+ memukul gamelan

Kesrakat= miskin

Jathil, Jathilan= sejenis tarian kuda yang menjadi bagian pertunjukkan tari Reog Panaraga

Disuyuti= dihormati

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »