Khairuz Zaman NT
Nelayan
Ia bisa saja membunuh waktu, ketika
laut membangun gelombang sebagai rumah
kegigihan nelayan.
Tetapi tidak!
Kepada nasib anaknya yang murung
dengan doa-doa cekung
seorang bapak beranjak dari
dalam sujud,
dari hidup yang terkejut.
takdir adalah sepotong malam
sunyi dan hitam
di atas sampan,
di tengah-tengah gelombang
ia lempar pancing dan
mengulur jaring
seperti bulan yang enggan pulang
sebelum fajar datang
tapi, ia tak pernah tahu,
laut jauh lebih akrab dengan maut
manakala mata angin buta,
mata pancing rabun
dan tangan-tangan jaring terasa asin
meski tak pernah ada amis ikan.
Ia pun pasrah,
menyerah
pulang seusai subuh
tanpa sampan,
tanpa membawa senyum ikan.
Ia melihat anaknya di rumah
duduk menunggu
terpaku di pintu
tetapi baru kali ini
seorang anak tak bisa memanggilnya bapak
: ia pulang sebagai arwah
dan waktu membeku
kaku pada tubuh yang membiru.
Annuqayah, 2022