Chung Fa Fui Kon - Sunlie Thomas Alexander

@kontributor 7/16/2023
CHUNG FA FUI KON
(di belinyu)




/1/
empat kitab lima pustaka yang mulia
takkan bangkitkan sang naga
dari lelap tidur panjangnya

sebab itu kita kudu berpaling

         ke ufuk barat, ke ufuk barat;
tempat rel-rel kereta api dibangun 
     oleh tangan-tangan kasar para migran kanton
  yang berbagi semangkuk nasi bertiga

“hoi, revolusi dapat terjadi di mana saja,
kapan saja, dalam hati siapapun,” kata sun wen
     : meliuk-liuk suaranya seperti naga, melintasi kota,
     pertanian dan ngarai, membelah gunung-gunung

dan hari itu, bertarikh masehi 1908, 
       saat batu pertama diletakkan
kita masih ingat seorang pemuda di shanghai
     sembilan belas tahun usianya 
yang mati dalam demonstrasi
menentang culasnya kongsi delapan negara

di kepalan tangannya: ada sekerat bakpao 
          dan sebait sajak penuh amarah 

maka, di sini, di seberang lautan pun 
revolusi harus digemakan 
    dalam hati setiap anak china

ajarkan mereka aljabar, 
ilmu hayat dan ilmu bumi
ajarkan mereka setiap huruf hànyŭ
dan a-b-c-d

agar nanti, selamanya
     tak takut lagi kita kepada bangsa asing
     tak lagi ada negara feodal dan bangsawan
     tak lagi ada kemiskinan 

dan kita dapat berdiri tegak di timur…

/2/
ya, hanya bangsa besar
   yang bisa maknai arti sebuah penderitaan
   dan tak menginginkan perbudakan

hanya dengan ikhlas belajar
kelak kita bakal punya rel kereta,
           bank, pabrik-pabrik dan tambang

karena itulah, sebelum 
para dewa kembali ke langit
dan logat kita semakin ganjil

mari dengarkan petuah kongfucu
dalam bahasa inggris, mari baca lagi
kata-kata bijak lincoln dalam mandarin

seraya mengenang setiap tetes 
kesedihan di hari tadi,
    yang paham tabahnya rintik gerimis

: kepada dunia kita busungkan dada 
            —tak perlu ada kosa kata belanda!

/3/
dari waktu kini, kami pun membaca
sepenggal ingatan:

itu masa yang penuh bara, tapi juga lelah
jauh sebelum perang asia raya bagai topan
     melanda, dan kebencian pribumi merajalela

lihatlah! kata ayah, ijazah yang kudapat
         setelah sembilan tahun bersekolah

dan di sebuah buku tentang timah dan lada
kutemukan foto gedung sekolah 
yang seolah tegak menentang masa

kubayangkan juga bendera mentari yang biru
     di ruang kelas, tempat anak-anak 
                         melayu dan china
kini belajar mengeja 
             ini ibu budi dan pancasila

ah, setelah enam lima,
       setelah huru hara
masih juga kau sebut gedung itu
     sekolah chung fa!

Belinyu-Yogyakarta, Agustus-September 2015/2023

*) Chung Fa Fui Kon (bahasa Hakka) atau Zhong Hua Hui Guan (Mandarin), di Indonesia lebih dikenal sebagai Tiong Hoa Hwee Koan (bahasa Hokkien). 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »