POTRET JOHANNESBURG
Tujuh senja yang hitam
Tujuh bayang bayang menerkam malam
Seperti maut merayapi gubuk gubuk muram
Kuli kuli kasar masuk ke kamar,
berdaham daham
Pada matamu, gerimis mengiris,
Patung patung negro mengucurkan tangis
Menjelma malam yang horor
Dan kepada para pelancong bimbang,
pelacur dari Capetown yang kotor
terhuyung huyung
mengajak menggelosor
Tangismu jua tangis kota lama
seperti sajak liris perempuan dukana
malam yang berkabung salib Kristus
meratapi gereja yang tergerus
Teror dan pembunuhan melumuri hari hari yang hangus
Seorang dukun Afrika memberikan pamflet berwarna:
Nak, jangan berjalan sendirian di pusat kota
nyawamu tidak berharga dari kaus kaki Nelson Mandela
kepalaku jatuh ke tembok
lusuh penuh borok
Losmen hanya kesunyian seorang buruh
Bau peluh negro yang kumuh
menggelusuh
berbenturan dendam perempuan pirang
yang sejak pagi gagal terbang
Pada meja restoran China
Para borjuis Eropa mengusir lapar
dengan apartheid dalam kepala
Di antara orang hitam dan putih
keadilan disembelih
maka jika esok engkau terbunuh
Aku tak heran lagi. Juga Kristus
sebab kekuasaan lebih berharga dari apapun
dan siapapun. Tak ada yang lebih kudus
Tujuh senja yang muram
di Johannesburg, barangkali
Tujuh bayang bayang yang menunggu malam
Risau kepak kelambit menyayat luka yang terjerit
Langit menerkamkan hujan asam dari seribu menara
Bayi bayi hitam, kuterjunkan ke dalam sepi kotamu yang kelam
Antara ada dan tiada: pantai pantai tenggelam, sungai sungai karam
Harare-Johannesburg 1996-2023