Semisal Tokoh Manusia Menggugat Dewa-Dewa dalam Satu Adegan Mitologi Norwegia
1.
Di situlah ia melingkarkan sumpah
terakhirnya—pada kurus pokok pinus—
sebelum menyeberangi jembatan pelangi
dan namanya, tak pernah
kedengaran lagi.
“Bukankah dewa-dewa
juga sama cacatnya
dengan manusia?”
Ia rasakan kulitnya
berdarah seperti getah
tumpah dari pohon-
pohon yang dilukai—
ketika seribu anak panah viscum
lesat dari arah
tembok-tembok tertinggi.
Lalu ia meyakini:
jika bukan cemara,
maka dewa-dewa
telah menyulapnya
dari tunas muda
fraxinus yang mulia.
2.
Ia saksikan burung-burung hantu
biru seperti musim
dingin yang beku—
sayap yang beku,
paruh yang kaku,
dan suara lebih kelu.
Tiada ia temukan
pohon-pohon pinus
setelah adegan tergerus
dibentangkan
para Norn dari langit
dan gugus awan yang rumit.
Sebuah suara ternyaring,
dan tatapan mata
yang tak lengkap,
telah mengirimnya
ke lembah
terdalam semesta:
“Lepaskan Urd,
lepaskan Verdandi:
seorang manusia
telah lupa bahwa mulanya
ia dari apungan cemara,
yang diwarisi napas
dan kata-
kata terbatas.”
Yogya, 2023