Purnama Tiup Lilin
Rochmana Dwi Rahayu
Kehidupan kedua adalah hasil reinkarnasi dari
kehidupan pertama yang telah selesai. Kehidupan kedua tidak menjamin bahwa
kehidupan ini lebih baik dari kehidupan pertama, siapa tahu ini adalah
kehidupan lanjutan seperti film season 2. Jadi, lebih baik mati seperti game
atau lanjut sebagai manusia yang berpura-pura menikmati hidup?
Batu kerikil terus dia buang ke
dalam kolam ikan yang tak tahu bahwa ikan dalam kolam itu mengeluh kesakitan
terkena benda mati tumpul yang bertubi-tubi jatuh ke dalam. Usianya sudah 27
tahun, tapi mengaku bahwa dia mengingat kehidupan pertamanya sebagai domba yang
disembelih untuk sajian arisan gule kambing, unik bukan? Untung saja kehidupan
pertamanya tidak ada season kedua, setidaknya bisa bernafas dan hidup lebih
dari 3 tahun.
Dia adalah anak orang miskin yang
menjadi gelandangan, rasanya ingin mati dalam game saja. Tapi, dia senang
dijuluki sebagai ‘genius ibu kota’. Julukannya saja sebagai orang genius, tapi
nasibnya tidak menarik seperti julukannya. Lihatlah, dia adalah orang genius
yang sedang luntang-lantung tak karuan di ibu kota yang katanya akan memberikan
keberuntungan baru orang genius.
“Woi bangun bangun! Gelandangan tidak
tahu diri! Matahari sudah di atas masih ogah bangun. Nih toko mau gue buka!”
Gelandangan itu baru membuka matanya pada pukul sepuluh siang dengan perut
keroncongan berjalan mengelilingi kota, berharap ada nasi kotak gratis
dibagikan kepadanya.
Malam telah tiba. Gelandangan itu
tidak memakan nasi sesuap pun, bahkan sedang melihat bulan sabit di atas langit
sambil berdoa dan berharap ada keajaiban datang. Benar saja, doa yang ke ratusan
kalinya terkabul. Seorang relawan sedang berkeliling bagi-bagi makanan untuk
orang-orang yang tinggal di jalan. Mereka mengobrol sejenak dengan gelandangan
itu.
“Usianya berapa?”
“27.”
“Kalau boleh tahu, tanggal berapa
kakak ulang tahun? Karena setiap orang pasti ingin mendapatkan kado di ulang
tahunnya. Nah, kalau kakak sendiri ingin kado apa nanti? Saya akan wujudkan.”
Merenung.
“Saya tidak tahu kapan tanggal
lahir saya, yang pasti saya berdoa setiap bulan purnama tiba. Saya berulang
tahun di bulan purnama ke dua setiap tahunnya. Oh ya, saya tidak ingin kado,
hanya ingin bekerja.”
•••
Tidak punya keluarga, tidak punya
sanak saudara, dan tidak punya kenalan di ibu kota adalah nasib gelandangan.
Gelandangan yang satu ini berbeda, dia mempunyai seorang kenalan yang berbaik
hati memberikan pekerjaan kepadanya, yang tak lain adalah seseorang yang
memberikannya sekotak nasi dan bertanya berapakah usianya.
“Tidak kelaparan adalah harapanku.”
Sebuah perusahaan F&B telah
merekrutnya menjadi sales makanan yang menawarkan produk tersebut kepada
restoran-restoran cepat saji. Kalian ingin tahu produknya? Produknya adalah
sambal. Dengan giat pagi, siang, dan malam gelandangan itu bekerja. Eh, kita
tidak bisa menyebutnya gelandangan lagi karena dia adalah pegawai kantor yang
dalam kurung waktu lima bulan telah menjadi staf karena penjualannya yang
meroket. Kemampuannya diakui oleh atasan dan mendapatkan posisi lebih baik
setingkat, walaupun staf tingkat C. Sekarang, panggil dia dengan sebutan
seorang staf C.
Staf C itu telah berbagi rezeki dengan
orang-orang jalanan yang tunawisma. Makanan siap saji berbentuk nasi kotak
telah ia bagikan dengan tujuan agar mereka tidak kelaparan dan segera memiliki
harapan seperti dirinya dulu. Setidaknya manusia harus berharap dalam hidup.
“Kehidupan manusia lebih baik
daripada seekor domba berbulu putih yang tidak bisa berharap dalam hidupnya,”
ucap staf C tersebut kepada rekannya.
“Memang kamu pernah menjadi
domba???”
“Asal kamu tahu saja, kehidupan
pertamaku adalah seekor domba,” jawab staf C yang entah dipercaya atau tidak
oleh rekannya, seolah ceritanya adalah lelucon tahun ini yang sedang trend.
“Lalu, apa harapanmu sekarang?
Pasti memiliki harapan baru setelah memiliki pekerjaan bukan?”
“Apalagi kalau bukan membeli kue
ulang tahun untuk diriku sendiri, itu harapan setiap orang, bahkan gelandangan
pun berharap bisa meniup lilin di atas kue setahun sekali.”
•••
Hari penantian tiba.
Hari apa?
Hari saat bulan purnama kedua di
awal tahun terlihat. Malam ini.
Staf C berdiri di jalanan lenggang dengan
sebuah kue ditangannya bersiap membuat permohonan dan meniup lilin.
Prak.
Kue tersebut jatuh ke jalanan
beraspal beserta dengan lilin yang telah mati. Lagi-lagi harapannya hilang.
Seseorang dengan gas motor kecepatan tinggi telah merampas kuenya melalui
angin. Ini salahnya, atau salah tangannya yang tidak menahan kue?
Waktu telah menunjukkan tengah
malam lewat, artinya toko kue telah tutup dan ia gagal meniup lilin di atas kue
untuk ulang tahunnya yang ke 28. Nasih memang tidak ada yang tahu. Esok hari
harus kembali bekerja demi kue tahun depan. Sempat berpikir bahwa hidup sebagai
domba tidak buruk juga jika hanya makan minum dan kenyang. Hidup sebagai
manusia justru banyak saja harapan yang tidak tercapai.
Mulai bekerja dengan jas rapi dan
sebuah tas berisi laptop yang ia tenteng memasuki lobi perusahaan. Posisinya
tahun ini telah naik setahap menjadi staf B, bagus bukan? Gaji semakin besar
pastinya. Kehidupan di ibu kota tidak murah bro!
Tangannya menscan kode di id card
untuk dapat masuk ke dalam perusahaan. Tugasnya hari ini adalah turun ke
lapangan untuk membuat inovasi baru. Berkutat di dalam dapur untuk sajian makanan
baru sebagai bahan presentasi satu minggu lagi. Perusahaan telah berkembang dan
mengepakkan sayapnya dengan lebar seolah dunia memberikan suntikan cahaya masa
depan untuk maju. Kerja keras untuk kehidupannya telah ia lakukan siang dan
malam hingga hidungnya mengeluarkan darah pun tetap mengetik di depan layar
komputer menghitung pemasukan bulanan yang semakin melesat. Gaji semakin
melonjak, bahkan lemburan semakin sering.
Nyatanya waktu berlalu begitu cepat
hingga tiba di penghujung tahun. Tahun depan, statusnya akan menjadi staf A,
yaitu staf dengan gaji tertinggi. Matanya menutup secara perlahan saat cahaya
senter menyinari wajahnya. Seorang satpam membawa domba menaiki tangga menuju
atap, bukannya anjing tetapi domba. Buru-buru dia berlari menaiki atap tangga
dan tanpa sadar kakinya tergelincir diujung atap yang tak ada pagar lantaran
pembangunan belum seratus persen selesai. Ia mati dengan mudah.
•••
Mata domba putih itu terbuka seolah
dia manusia yang mengenal satu sama lain di tengah-tengah manusia yang melihat
kembang api. Domba itu mendongak untuk melihat tuannya yang memegang tali di
lehernya, mengajaknya naik ke atas atap perusahaan untuk melihat kondisi semua
orang di atas setelah kejadian seorang staf yang terjun bebas tanpa dorongan
seorang pun, bunuh diri?
“Embeeeekkkk!!”
Domba itu bisa menghela nafas. Kau
ini domba ya domba saja, malah berhalu menjadi seorang staf sampai bermimpi
berulang tahun di bulan purnama kedua setiap tahunnya. Nyatanya kehidupannya masih
menjadi domba. Khayalannya terlalu jauh ke atas untuk seorang domba yang makan
rumput dan minum air kran.
•••
Selesai